Sabtu, 21 Mei 2011

Prolog Sepasang Boots, Kupu-Kupu Dalam Ruang, dan Segelas Teh Lemon Dingin

“Cuma 7 cm kok, iya,… hak ankle boots ini memang cuma 7cm.” :P. 

Sebuah monolog singkat antara saya, sepasang boots hitam dan segelas penuh teh lemon dingin.  Berbicara tentang boots, ini adalah boots pertama sekaligus jadi salah satu alas kaki favorit saya untuk menyapa dunia luar, dimana sementara ini dunia luar saya adalah 70% kampus, 20% kafe ber-teh dan wifi, dan 10% lain-lain. Usut punya usut, boots ini berjasa besar dalam fase metamorfosa diri saya. Tentu belum seutuhnya menjadi kupu-kupu dewasa, tapi setidaknya, fase kepompong terlewati sudah. Fase yang membuka indera  saya terhadap warna, aroma, irama, rasa, dan makna segala peristiwa. Boots ini juga yang menggantikan sepersekian rasa dari sebuah hal baik yang tiba-tiba hilang dari hari-hari saya. Hidup nyatanya memang tidak hanya perkara belajar menghilangkan hal-hal yang buruk, tapi sekaligus kehilangan  hal-hal baik, bahkan mungkin sangat baik. :)

So, here I am,,ber-alas kaki boots kebanggaan tadi, duduk manis dan autis di sofa pojokan dengan meja bundar lengkap dengan laptop, hardisk external, headphone, notebook hitam kesayangan, segelas teh lemon dingin, tahu krispi panas, dan sebuah ponsel yang katanya ‘pintar’ (walau saya agak ragu apakah ponsel ini memintarkan saya juga?). Setelah saya perhatikan dengan seksama, meja bundar ini ajaib juga, menampung seluruh benda-benda ajaib ini dimana setiap benda tidak saling mengintervensi satu sama lain. Good Job, Kafe Kupu-Kupu, Well done, My black boots! (Tidak semua sebab akibat itu secara eksplisit berhubungan, saudara-saudara, termasuk diantaranya meja bundar dan sepasang ankle boots!)

Baiklah, sebelum saya melanjutkan meracau tentang boots di postingan blog selanjutnya, izinkan saya mendeskripsikan sedikit saja tentang tempat favorit saya untuk menyendiri ini. Saya lupa kapan pertama kalinya saya memutuskan untuk mampir di kafe ini. Yang saya ingat, saya memutuskan mampir akibat tidak tahan untuk tidak mengomentari replika beberapa kupu-kupu warna warni sebesar ban mobil yang bertengger di dinding eksterior kafe ber-cat cardinal - upsdell red ini.Sungguh eyecatcher yang terlalu harfiah, menurut saya. Mungkin replika kupu-kupu masih tetap menarik kalau monokrom, baik itu dengan material kayu,atau kawat besi. Mungkin jumlahnya diperbanyak dengan varian ukuran replika yang lebih beragam atau satu saja, tapi powerful. Kalau masih kurang eyecatchy, penambahan lampu LED beras yang dililit di replikanya juga bisa menarik. Dengan catatan, untuk malam hari, biarkan dinding tanpa pencahayaan tambahan sehingga kupu-kupu menjelma jadi kunang-kunang malam yang cantik. Sekian komentar dan usul subjektif saya.  Tapi diluar itu, saya memang penasaran dengan desain keseluruhannya, karena diintip dari luar ada bambu dan kayu yang sukses jadi pemanis untuk massa bangunan yang memang seadanya. Setelah berkali-kali hanya lewat saja, tiba juga harinya dimana,  Oke, anda menang,  saya mampir. 

Kesan pertama, menyenangkan. Kesan kedua, menyenangkan. Kesan ketiga, masih menyenangkan. Tidak ada tukang parkir yang minta seribu lagi ketika saya sudah bayar. Tidak ada pelayan yang menawarkan untuk membersihkan meja atau dengan bahasa halus menyuruh saya pergi kalau tidak berniat  memesan lagi. Tidak ada alat pengkondisian udara karena memang sudah sejuk dari sananya. Tidak ada service tax yang dibebankan kemudian. Ada mushalla. Ada suara gemericik air dari kolam ikan kecil.Ada detail bambu menarik di jendela. Ada outdoor terrace di lantai 2.  Ada buku-buku yang gratis dibaca ditempat. Ada air, angin,   dan ada view. Ada satpam (bukan tukang parkir illegal). Ada senyum. Ada musik yang mengalun pelan (mengingatkan saya pada berlebihannya volume speaker ngopi doeloe yang seringkali membuat saya harus agak berteriak ketika menumpang berdiskusi disana). Ada wifi. Ada menu-menu enak yang terjangkau kantong mahasiswa seperti saya. Dan terakhir ,  ada diskon 15% untuk yang  mention @kafekupu2 di twitter. Tidak heran kalau saya sering lupa bahwa saya sedang tidak dirumah sendiri ketika sadar bahwa saya sudah berjibaku disana 9 jam penuh dari 12 siang bolong hingga jam 9 malam ketika si kafe siap-siap tutup. Almost Perfect Atmosphere ever! Sungguh saya sama sekali tidak dibayar untuk ini (mengacungkan telunjuk dan jari tengah dan memasang muka sungguh-sungguh).

Saya menyeruput sedikit teh lemon yang sudah nyaris hilang dinginnya. Kali ini gulanya pas, setelah sebelumnya agak terlalu manis. Mengingat lemon baik untuk kesehatan tulang dan gigi, irisan lemon diatasnya saya cicipi juga sedikit. Semoga ia bekerja dengan baik. Selain gula di teh lemon, tahu krispi pedasnya juga pas, pas untuk sore yang cerah tapi dingin. Saya lirik sudut layar, 16:05, saatnya break sejenak untuk turun dan solat ashar. Sambil beranjak, saya memesan bandrek sebagai pengganti kopi sore. Menuruni tangga kayu, hak sepatu boots saya beradu membelah sunyi, dan saya selalu suka sensasinya…,

Sexy. ;)






*catatan penting : jangan pernah mencari kafe ini di Kota Bandung, karena ia masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bandung Barat. (Loh, kan saya yang memutuskan hal apa yang mewakili Bandung di mata saya,,,boleh dong walaupun bukan kota? :P)

2 komentar:

  1. sebuah cafe disebuah kota didekat kuburan :D ...
    baru sekali kesana dan langsung suka dengan tempatnya... sepiiii.. tidak seperti kebanyakan tempat ngopi lainnya...
    tapi si partner nampak tidak se tertarik saya..
    jadiii tempat itu baru sekali dikunjungi... entah kapan lagi :)

    BalasHapus
  2. ihihihihihi,,,,iyaa sepiinya enakk...hahaha...entah ini karna sindrom konsentrasi thesis yang requirementsnya banyak...:P,,jangan sering2 paw,,,ntar jadi rame,,,sshhtt,,kita diem2 aja yaa...hahahah

    BalasHapus